Team Records dan Punk Rock di Tanah Air Era 80-an
Dayan dan teman wanitanya, di Casa Pub, circa 1988 |
Sedikit flashback
sekitar tahun 2020 saat pandemi melanda, saya pernah mewawancarai Dayan vokalis
band The Supid Prisoner (kadang hanya disebut; The Stupid), untuk mengetahui
punk movement di Ibu Kota, Jakarta, pada
akhir dekade 1980.
Kala itu lewat WhatsApp
Call, saya mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya apa sih yang dibawain The Supid Prisoner waktu
manggung dulu. Namun jawaban pria kelahiran 1968 itu, agak mengejutkan. Dia
mengaku pada tahun segitu sudah bawain U.K. Subs, The Exploited,
G.B.H., di samping Sex Pistols. Bahkan dia juga telah mendengarkan Misfits dan
Dead Kennedys.
Sebagai bukti, Dayan lalu mengirimkan beberapa foto lawas. Nampak
di foto itu, dia mengenakan kaus Dead Kennedys bergambar patung Liberty, yang
ditodong pistol. Sedangkan Kiki gitarisnya memakai kaus Misfits, saya lihat numeric date di foto tertera tahun 1989. Di foto
lain, terlihat Dayan juga mengenakan kaus Warzone.
Searah jarum jam. Dayan dan Djody "Rotor". Joseph "Bottom Up". Dore Zarlon "The Stupid" (The Exploited t-shirt) bersama Khrisna J Sandrach. Alm Beoy (adik Dayan) "Getah". |
Saya kaget mengetahui hal itu. Mereka dapat referensinya dari
mana ya? gumam saya. Secara sumber informasi di era itukan masih sulit. Memang
sih mereka anak-anak orang kaya, dan juga bergaul dengan anak-anak JIS (Jakarta Intercultural School). So everything could be easy, tentunya.
Karena kecenderungannya mereka bawain band-band Inggris ─U.K. Subs, The Exploited, G.B.H., dan
Sex Pistols─, saya mensinyalir kalau ini ada hubungannya dengan British Invasion. Memandang tasted penikmat musik di Indonesia era
70-an dan 80-an, masih mengacu ke Inggris. Karena Inggris memang
menguasai pangsa musik dunia kala itu.
Dua tahun kemudian, ketika saya menggarap buku I Wanna Skank: Melacak Ska di Jakarta
1996-2006 (EA Book, 2022), saya berkesempatan ngobrol dengan pak Jan Djuhana, mantan A&R Sony Music
Indonesia. Rupanya sebelum bergabung ke Sony, dulunya pak Jan pemilik Team
Records. Label rekaman yang pada dekade 1980, banyak mengedarkan kaset-kaset Barat
unofficial atau bootleg.
Lalu saya mencoba connecting
the dots antara pengakuan Dayan, efek
British Invasion, dan keberadaan Team
Records. Mengingat dulu saya pernah punya kaset The Clash Combat Rock (Epic/CBS, 1982) dan Cut the Crap (CBS, 1985) produksi Team Records, yang saya dapatkan
di pasar loak Jatinegara. Logikanya kalau The Clash dan Sex Pistols saja masuk,
pasti band-band punk rock asal Inggris lainnya, juga beredar di dalam negeri
pada saat itu. Sayangnya pak Jan tidak merespon, ketika saya hendak
mewawancarainya kembali soal Team Records. Padahal kalau ada informasi yang
bisa digali dari beliau, tentunya akan lebih valid.
Karena sudah kepalang tanggung, ya sudah saya ngumpulin bahan sendiri. Setelah bertanya ke beberapa teman,
yang masih mengoleksi kaset. Saya menemukan
fakta, kalau Team Records ternyata punya peranan substansial, dalam menyebarkan
musik punk rock di Tanah Air, khususnya Ibu Kota, Jakarta, pada dekade 1980.
Selain The Clash dan Sex Pistols, band
punk rock Inggris lain yang kasetnya juga diedarkan oleh Team Records, cukup
banyak. Sebut saja: Generation X, The Jam, The Pogues, Buzzcocks, The Damned, The Stranglers, sampai U.K.
Subs. Bahkan band Amerika seperti Ramones,
Blondie, dan Dead Kennedys, juga tak luput dibajak. Tak hanya itu, Team Records mengedarkan
pula kaset band-band macam: The Smiths,
Siouxsie and the Banshees, Madness, sampai Beastie Boys album Licensed
to Ill (Def Jam/Columbia, 1986). Dan saya menduga masih banyak lagi list-nya, tapi tidak terdeteksi saja.
Beberapa label lain seperti King’s, Contessa, dan Perina, juga
tak ketinggalan merilis kaset-kaset punk rock, walau tidak sebanyak Team
Records. Namun mereka cenderung merilis kompilasi, bukan album. Mungkin buat
tes pasar dulu, mengingat yang laku di era itukan progressive rock dan heavy
metal. Lucunya walau ─kompilasi-kompilasi itu─ berjudul punk rock, tapi isinya band-band
new wave/post-punk semua.
Meski saya lupa menanyai Dayan, sumber referensinya dari
mana. Tapi besar kemungkinan, sebagian referensi yang dia dapatkan dari dalam negeri. Asumsi saya bersandar
pada, beredarnya kaset-kaset tersebut di pasaran.
Memasuki dekade 1990, Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 1987
tentang Hak Cipta, mulai diimplementasikan serius oleh pemerintah, yang membuat
produsen kaset-kaset bootleg tidak
bisa berkutik, termasuk Team Records. Meski sempat bertahan dengan mengedarkan
kaset-kaset berlisensi, tapi akhirnya Team Records keok juga.
Posisinya lalu digeser oleh PT Indo Semar Sakti. Yang pada pertengahan
dekade 1990, ─melalui sub label Metalizer─
turut berperan dalam
menyebarkan musik punk rock di Tanah Air, dengan melisensi rilisan-rilisan dari
Epitaph, Roadrunner Records, serta Onefoot Records.
Berkat PT Indo Semar Sakti, kita jadi bisa dengerin Rancid, NOFX, Bad Religion,
Black Train Jack, Latex Generation, dan lain sebagainya. Bedanya mungkin dengan
Team Records, mereka lebih condong mengedarkan band-band punk Amerika, sebagai
imbas meledaknya Dookie (Green Day),
dan Smash (The Offspring). Sementara
Inggris sedang sibuk jualan Britpop. ***
Komentar
Posting Komentar