Langsung ke konten utama

God of Love Album Spiritual Bad Brains

Mendengarkan musik keras itu bagai candu. Punya yang satu, pasti terdorong ingin memiliki yang lainnya. Keinginan untuk mendengarkan ini dan itu sangat menggelora saya rasakan, ketika usia remaja hingga pertengahan dua puluhan. Salah satunya yang ingin saya dengarkan waktu itu adalah Bad Brains. Saya tahu mereka dari artwork sampul album All Ages (Epitaph, 1995) Bad Religion. 

Namun oleh karena jaringan pertemanan saya saat itu masih terbatas, belum nongkrong ke mana-mana. Membuat saya harus puas dengan apa yang dijual di toko-toko kaset. Bisa dibilang hampir dua minggu sekali, pasti saya agendakan mengunjungi toko-toko kaset yang berbeda. Salah satunya yang terletak dalam pusat perbelanjaan Atrium Plaza.

Seingat saya di sana terdapat tiga toko kaset. Pertama Disc Tarra di lantai dasar. Kedua di lantai 2 atau 3 dekat Matahari Departement Store persis di depan eskalator. Ketiga di lantai 3 dekat restoran cepat saji American Hamburger (AH).

Cukup banyak kaset yang saya dapat di tempat itu. Sebut saja Kemuri Little Playmate (Roadrunner, 1997), dan Sublime Self-titled (Interscope, 1996).

Namun diantara kaset-kaset tersebut yang paling bikin saya happy adalah ketika saya menemukan kaset Bad Brains God of Love (Maverick, 1995) di toko ketiga. Tak pernah tahu sebelumnya kalau album itu beredar di Indonesia, bahkan tak tahu pula kalau mereka kulit hitam. Tanpa pikir panjang, saya belilah album tersebut.

Sesampainya di rumah saya bergegas memutarnya, namun ternyata di luar ekspektasi. Isinya mengecewakan, saya tidak menemukan hardcore layaknya Madball, Vision of Disorder, atau Biohazard, yang lebih dulu saya koleksi.

Dari 12 lagu yang mereka suguhkan, saya seperti mendengarkan Prong dan Steel Pulse dilebur jadi satu.

God of Love Repertoar

Album ini dibuka oleh trek "Cool Mountaineer". Secara tempo lagu ini bisa diklasifikasikan hardcore, tapi sayang H.R. menyanyikannya dengan mendayu-dayu, sehingga kurang greget. Semestinya lagu ini bisa dibawakan dengan vokal lantang, seperti pada album pertama dan kedua mereka.

Dibanding trek pertama, trek kedua "Justice Keepers" lebih nyantol di kuping saya. Ini bukan lagu hardcore memang, tapi cukup bikin para pendengar musik keras mengangguk-anggukkan kepala.

"Long Time" adalah lagu reggae pertama di album ini. Kemudian dilanjut lagu "Rights of a Child", yang lagi-lagi timbre vokal H.R. seperti orang gayang. Dari intro sampai bridge mengalun, namun di bagian reffrain intonasi vokalnya naik.

Lagu berikutnya adalah "God of Love". Saya cukup heran, mengapa lagu ini yang dijadikan single utama, padahal "Justice Keepers" lebih kuat dan karakter Bad Brains-nya lebih dapat menurut saya.

"Over the Water" ini adalah lagu reggae kedua mereka di album ini. Selanjutnya ada lagu "Tongue Tee Tie", yang sepintas terdengar seperti tokecang. Berikutnya adalah "Darling I Need You". Ini sebetulnya bukan lagu cinta untuk pasangan, tapi tepatnya lagu mahabah pada Tuhan mereka. Lagu ini terdengar aneh, terutama saat mereka memasukkan unsur blast drum pada bagian verse lagu.

"To the Heavens" adalah lagu reggae ketiga mereka, yang terinspirasi dari sebuah frasa dalam lirik lagu "Get Up Stand Up" milik Bob Marley. Disusul oleh lagu "Thank Jah" yang juga merupakan lagu puji-pujian. God of Love dipungkasi dua lagu reggae "Big Fun" dan "How I Love Thee".

Reunifikasi Setengah Hati

Harus diakui kalau God of Love bukan album terbaik mereka. Materi rock di album ini terdengar canggung, dan tidak berenergi. H.R. seperti tak punya ghirah lagi memainkan lagu-lagu sarat distorsi atau hardcore punk, dan hal itu diakuinya dalam sebuah wawancara.

Stephen Thomas Erlewine dari Allmusic mensinyalir, reunifikasi mereka kali ini terdorong oleh nilai kontrak saja. Argumennya bukan tanpa alasan, sebab label di mana mereka bernaung adalah kepunyaan Madonna. Yang saat itu lagi getol-getolnya mengincar band punk, setelah Green Day dan The Offspring meledak di pasaran. Bahkan Maverick pernah mendekati Rancid, namun ditolak oleh Tim Armstrong cs. Alhasil mereka hanya mendapatkan Neurotic Outsiders dan Bad Brains.

Akan tetapi Presiden Maverick, Abby Konowitch dalam wawancara dengan Washington Post di tahun 1995 mengatakan “kami menggandeng Bad Brains karena begitu banyak band dari jalur alternatif yang mencuat dalam enam tahun terakhir, menyebut Bad Brains sebagai influence utama mereka."

Sebetulnya ini bukan tawaran label besar pertama bagi Bad Brains. Saat penggarapan album kedua, mereka pernah didekati Island Records. Tapi kerja sama urung dilakukan, lantaran H.R. kabur saat proses penandatanganan hendak dilakukan. Kerja sama dengan label besar baru terealisasi di album kelima Rise (Epic, 1993), namun saat itu H.R. dan Earl Hudson sudah tidak lagi di Bad Brains.

God of Love diproduseri oleh Ric Ocasek dari band The Cars, yang sebelumnya pernah bekerja sama dengan mereka dalam penggarapan album Rock For Light (Passport Records, 1983). Bisa dibilang God of Love merupakan album spiritual Bad Brains. Dari judulnya saja tersirat betapa kuatnya pengaruh ajaran Rastafari, dan itu termanifestasi dalam tema-tema lagunya.

Kendati banyak pengamat musik memberi ulasan miring tentang God of Love, namun menurut saya album tersebut masih punya materi reggae yang cukup apik. Setidaknya bila dibanding dengan lagu-lagu reggae mereka di album terdahulu.

Didepak Oleh Maverick

Sebagai album come back, kehadiran God of Love sebetulnya cukup diantisipasi, namun sayang dari segi penjualan ternyata jeblok, di sisi lain tabiat H.R. juga makin berengsek. Dari The Encyclopedia of Popular Music 3rd Edition (Macmillan Press, 1999), yang dikurasi Colin Larkin, disebut kalau H.R. menyerang dua orang penggemarnya dan menendang wajah Anthony Countey sang manajer, saat promo tur God of Love berlangsung.

Ini bukan kali pertama H.R. berulah, sebelumnya dia pernah memancing keributan di gig dengan melempar es dari gelas minumannya ke arah panggung saat Discharge tampil. Dia pernah pula bertikai dengan Big Boys dan M.D.C. saat tur ke Austin, Texas.

Akibat tendangan tersebut Anthony Countey mengalami patah hidung. H.R. lalu menghilang beberapa hari dan ditangkap di perbatasan Kanada, atas kepemilikkan ganja. Ini adalah kali kedua H.R. di penjara, pertama pada tahun 1986 saat penggarapan album I Against I (SST Records, 1986), dan membuat part vokal lagu "Sacred Love" direkam lewat telepon dari dalam penjara.

Dari rangkaian insiden tersebut, membuat Bad Brains didepak oleh Maverick dan tak lama kemudian mereka bubar. Namun pada 1998 atau dua tahun kemudian, mereka aktif kembali dengan nama alias Soul Brains.

God of Love tak hanya gagal dari sisi penjualan, namun juga gagal mengembalikan marwah band. Dalam sekejap God of Love dilupakan orang. Padahal saat itu skena hardcore sedang mengalami resureksi, yang dipicu oleh band-band Victory Records.

Tapi apa mau dikata. Mungkin Bad Brains hanya ditakdirkan sebagai band ikonik, bukan band superstar.

Saya pun, akhirnya mencari lagi Bad Brains album lawas, yang memang sukar dicari di Tanah Air. Namun baru sekitar tahun 2001 atau 2002, saya menemukan cakram padat The Youth Are Getting Restless yang dijual di Aquarius Pondok Indah, Jakarta.

Di album live itu lah saya baru menemukan Bad Brains yang saya cari. Garang, cepat, dan bising.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Team Records dan Punk Rock di Tanah Air Era 80-an Dayan dan teman wanitanya, di Casa Pub, circa 1988 Sedikit flashback sekitar tahun 2020 saat pandemi melanda, saya pernah mewawancarai Dayan vokalis band The Supid Prisoner (kadang hanya disebut; The Stupid), untuk mengetahui punk movement di Ibu Kota, Jakarta, pada akhir dekade 1980. Kala itu lewat WhatsApp Call , saya mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya apa sih yang dibawain The Supid Prisoner waktu manggung dulu. Namun jawaban pria kelahiran 1968 itu, agak mengejutkan. Dia mengaku pada tahun segitu sudah bawain U.K. Subs, The Exploited, G.B.H., di samping Sex Pistols. Bahkan dia juga telah mendengarkan Misfits dan Dead Kennedys. Sebagai bukti, Dayan lalu mengirimkan beberapa foto lawas. Nampak di foto itu, dia mengenakan kaus Dead Kennedys bergambar patung Liberty, yang ditodong pistol. Sedangkan Kiki gitarisnya memakai kaus Misfits, saya lihat numeric date di foto tertera tahun 1989. Di foto lain, terlihat Dayan jug
  Punk Gay: Garang Tapi Melambai Berbekal alamat korespondensi yang tertera di sampul album Operation Ivy, pada tahun 1999 akhir saya beranikan diri berkirim surat ke Lookout Records. Setelah menunggu dua bulan, surat saya dibalas plus katalog, poster promo, dan sticker. Rasanya senang bukan kepalang, karena saya jadi tahu semua band yang dinaungi oleh label besutan Larry Livermore tersebut. Diantara band-band itu, ada satu yang menyita perhatian saya yaitu Pansy Division. Jujur saja sebagai straight guy , saya geli melihat sampul album-album mereka. Terserah bila kalian cap saya homophobia. Karena alasan itulah saya enggan tahu lebih jauh tentang mereka. Sebetulnya saya sudah notice band ini dari soundtrack film Angus. Bahkan sewaktu Green Day berada di Jakarta ─ dalam sesi interview dengan majalah Hai ─ Mike Dirnt mengenakan kaus putih bertuliskan Pansy Division.   Setelah era internet merebak, saya baru tahu kalau ada skena queercore dalam kultur punk, dan Pansy Divison sal
Reptil, Band Punk Lokal di Layar Kaca Era 90-an Di tengah kenaikan harga bahan pokok, anjloknya nilai tukar rupiah, dan konstelasi politik yang tak menentu pada 1998, ternyata tidak terlalu berpengaruh pada industri musik arus utama dalam negeri. Sektor ini terus menggenjot talenta-talenta baru hadir kepermukaan. Nama-nama yang sudah tersohor pun, tak ketinggalan merilis album seperti; Slank hadir dengan album Tujuh, Potret dengan Café, Jamrud dengan Terima Kasih, Kahitna dengan Sampai Nanti, Gigi dengan Kilas Balik, dan seterusnya. Album kompilasi pun marak. Seperti Metalik Klinik II, Alternatif Mania, Indie Ten, Indienesia dan lain sebagainya. Hadirnya kompilasi-kompilasi tersebut menunjukkan bila industri arus utama, juga menaruh perhatian dengan band-band sidestream . Serta menjadi bukti akan eksistensi aneka genre yang ada dalam ranah musik Tanah Air. Menariknya kompilasi-kompilasi tersebut tak hanya memuat musik rap, alternatif, funk, dan metal saja, bahkan punk pun ters