Langsung ke konten utama

Dari Bad Brains, Hingga The Exploited, Berikut 8 Perseteruan Antar Band yang Kurang Terekspos

Persaingan tak hanya terjadi dalam dunia pendidikan atau karir belaka. Dalam industri musik pun demikian. Tak jarang persaingan tersebut berakhir menjadi perseteruan. Bahkan beberapa band diketahui saling berseteru satu sama lain. Mungkin yang paling populer khususnya bagi anak 90-an, adalah perseteruan antara Oasis dan Blur, atau Metallica dan Megadeth.

Latar belakang perseteruannya bisa macam-macam, mulai saling sindir, merasa paling unggul, masalah romansa, masalah prinsip, sakit hati, sampai tundingan impersonifikasi. Selain perseteruan dua raksasa britpop dan thrash metal tersebut, berikut kasus perseteruan antar band lainnya yang pernah terjadi dan kurang terekspos, dalam industri musik rock dunia:

1.      Bad Brains VS Big Boys

Permasalahan terjadi ketika Bad Brains diundang main di Austin, Texas, pada 1982. Di sana Bad Brains bermain bersama MDC, dan Big Boys. Setelah selesai tampil, mereka diajak menginap di kediaman Tim Kerr (gitaris Big Boys). Saat berada dalam apartemen Tim, personel Bad Brains merasa tidak nyaman tatkala melihat karya-karya seni, yang cenderung terorientasi gay. Menurut Darryl Jenifer (bass Bad Brains), Randy Biscuit (vokalis Big Boys) bahkan bersikap tidak senonoh dengan HR (vokalis Bad Brains), ketika meminta Randy membelikan sepaket ganja untuknya. Para personel Bad Brains yang saat itu tengah mendalami ajaran rastafari, menilai itu sebuah penyimpangan. Akan tetapi dalam website pribadinya Tim Kerr menepis versi tersebut, menurutnya yang terjadi tidak demikian. Kejadian justru dipicu oleh sikap HR yang merasa risih, kala mengetahui Randy seorang gay. Tak sampai di situ, masalah kian pelik ketika personel MDC datang. Alih-alih mendamaikan, mereka malah membuat suasana makin gaduh, dengan melontarkan cacian bernada rasis kepada personel Bad Brains.

 

2.      The Exploited VS Conflict

Selain berseteru dengan Crass, Jello Biafra, Pushead, Slayer, dan Green Day, diketahui The Exploited juga pernah berseteru dengan Conflict. Conflict adalah band anarko punk asal London yang dimotori oleh Colin Jerwood. Persoalan bermula dari penampilan The Exploited dalam Top of the Pops, sebuah program musik televisi yang mengudara di saluran BBC. Saat itu mereka tampil membawakan lagu “Dead Cities”. Penampilan itu lantas dikritik oleh Conflict, dan mereka tuangkannya dalam lirik lagu "Exploitation" (It's Time to See Who's Who, 1983). Situasi ini memantik perseteruan lama antara The Exploited dan Conflict. Dan memecah komunitas punk, serta menyebabkan bentrokan antar masing-masing penggemar yang dikenal dengan The Barmy Army, dan Conflict Crew.

 

3.      Youth Of Today VS Born Against

Pada 1990, Adam Nathanson dari Born Against berupaya melakukan counter culture atas prinsip hare Khrisna yang berkembang di skena hardcore punk kota New York. Menurutnya agama tidak perlu disangkut pautkan dengan musik. Adam dan koleganya lalu membagi-bagikan flyer yang berisi propaganda anti-Khrisna di gig. Tak hanya itu Adam juga mendebati orang-orang yang ditemuinya di gig. Meski tidak ditujukkan secara spesifik ke band apa, namun apa yang dilakukan oleh Adam jelas untuk membendung gerakan yang diiniasi oleh Ray Cappo cs.

 

4.      NOFX VS Screeching Weasel

Saat Screeching Weasel sedang melaksanakan tur guna mempromosikan album First World Manifesto (2011), Ben sang vokalis terlibat perkelahian dengan dua orang penonton wanita. Akibat peristiwa itu Screeching Weasel didepak dari Fat Wreck Chords, label tempat mereka bernaung. Keputusan tersebut seolah mengesankan Fat Wreck Chords tidak menoleransi kekerasan. Tiga tahun kemudian, saat NOFX tampil di Sydney, Australia, terjadilah insiden Fat Mike menendang seorang penggemarnya yang naik ke atas stage. Dengan cepat insiden itu direspon oleh Ben. Ben menulis status berjudul "So There's a Lynch Mob After You!" di laman facebook Screeching Weasel pada 7 November 2014. Inti dari status itu sebetulnya tak lebih dari ungkapan sakit hati Ben, terhadap Fat Mike dan labelnya Fat Wreck Chords. Akan tetapi Fat Mike tidak membalasnya dan menganggap seperti tidak terjadi apa-apa. "Ben Weasel, I have nothing more to say to you or about you. I am certainly not going to debate you. So stop bugging me, please" cuitnya di twitter.

 

5.      Brand New VS Taking Back Sunday

Ada dua band emo yang cukup diperhitungkan di Long Island, New York. Mereka adalah Brand New dan Taking Back Sunday (TBS). TBS dibentuk pada 1999, dan salah satu pendirinya adalah Jesse Lacey. Seiring waktu TBS lalu merekrut John Nolan sebagai gitaris. Akan tetapi Kehadiran Nolan malah menimbulkan friksi. Akibatnya Jesse memilih mundur. Jesse menunding Nolan telah berselingkuh dengan pacarnya. Jesse kemudian membentuk Brand New pada 2001. Tak berapa lama debut album mereka Your Favorite Weapon (2001) rilis. Di dalamnya terdapat lagu berjudul "Seventy Times 7" yang menyinggung Nolan. Tak mau kalah TBS menanggapinya dengan lagu "There's No 'I' in Team", yang terdapat dalam debut mereka Tell All Your Friends (2002). Tapi nampaknya perselisihan ini tidak berlangsung lama, sebab di tahun 2002 mereka kedapatan melakukan tur bersama.

 

6.      Circle Jerks VS Black Flag

     Persoalan bermula dari keluarnya Keith dari Black Flag pada 1979, karena berselisih dengan Greg Ginn (gitar). Bersama Hetson, dia lantas membentuk Circle Jerks. Setahun kemudian Circle Jerks merilis debut album bertajuk Group Sex (1980). Namun celakanya Keith memasukkan empat lagu yang ditulisnya sewaktu di Black Flag, tanpa menyebut Ginn dalam kredit lagu. Lagu tersebut adalah; "Wasted", "Don't Care", "Behind the Door" dan "Red Tape". Hal itu lantas direspon oleh Black Flag dengan menulis lagu berjudul "You Bet We've Got Something Personal Against You!" dalam EP Jealous Again, yang juga rilis pada 1980. Hingga kini hubungan antara Greg Ginn dan Keith Morris tak pernah membaik. Bahkan ketika Keith bersama mantan anggota Black Flag lainnya mengibarkan FLAG IIII, Keith masih mengungkapkan kalau “Ginn bukanlah temannya”.


7.      NOFX VS Le Tigre

Peristiwa ini dipicu oleh lagu "Kill Rock Stars" yang terdapat dalam album ketujuh NOFX berjudul So Long and Thanks for All the Shoes (1997). Begini liriknya "Kill the rockstars how ironic, Kathleen. You've been crowned the newest queen. Kinda like the punk rock Gloria Steinham. You can't change the world by blaming men. Can't change the world by hating men". Di situ secara jelas NOFX menyindir Kathleen Hanna (Bikini Kills) dan labelnya Kill Rock Star. Bersama band barunya Le Tigre, Kathleen lalu membalas lewat lagu “Deceptacon” (Le Tigre, 1999). Berikut penggalan liriknya “Because I'm so bored that I'd be entertained. Even by a stupid floor, a linoleum floor, linoleum floor. Your lyrics are dumb like a linoleum floor”.

 

8.      Green Day VS Sex Pistols

    Persoalan bermula saat Billie Joe dimintai komentar oleh wartawan, terkait reuni tur Sex Pistols pada 1996 silam. Bille Joe berseloroh “I am the anti-Christ…please buy our merchandise”. Mengetahui hal tersebut, Jhonny Rotten lantas menunding Green Day tak lebih sebagai band imitator yang tidak berbakat. Tundingan tersebut ditepis oleh Billie, menurutnya “It’s funny, because if it wasn’t for the Sex Pistols there may not have been Green Day, but if it wasn’t for Green Day, the Sex Pistols wouldn’t have done their big reunion tour. To each his own”. Ucapan Billie Joe ada benarnya, sebab jika tanpa Green Day punk rock revival pada pertengahan dekade 1990 mungkin takkan pernah terjadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Team Records dan Punk Rock di Tanah Air Era 80-an Dayan dan teman wanitanya, di Casa Pub, circa 1988 Sedikit flashback sekitar tahun 2020 saat pandemi melanda, saya pernah mewawancarai Dayan vokalis band The Supid Prisoner (kadang hanya disebut; The Stupid), untuk mengetahui punk movement di Ibu Kota, Jakarta, pada akhir dekade 1980. Kala itu lewat WhatsApp Call , saya mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya apa sih yang dibawain The Supid Prisoner waktu manggung dulu. Namun jawaban pria kelahiran 1968 itu, agak mengejutkan. Dia mengaku pada tahun segitu sudah bawain U.K. Subs, The Exploited, G.B.H., di samping Sex Pistols. Bahkan dia juga telah mendengarkan Misfits dan Dead Kennedys. Sebagai bukti, Dayan lalu mengirimkan beberapa foto lawas. Nampak di foto itu, dia mengenakan kaus Dead Kennedys bergambar patung Liberty, yang ditodong pistol. Sedangkan Kiki gitarisnya memakai kaus Misfits, saya lihat numeric date di foto tertera tahun 1989. Di foto lain, terlihat Dayan jug
  Punk Gay: Garang Tapi Melambai Berbekal alamat korespondensi yang tertera di sampul album Operation Ivy, pada tahun 1999 akhir saya beranikan diri berkirim surat ke Lookout Records. Setelah menunggu dua bulan, surat saya dibalas plus katalog, poster promo, dan sticker. Rasanya senang bukan kepalang, karena saya jadi tahu semua band yang dinaungi oleh label besutan Larry Livermore tersebut. Diantara band-band itu, ada satu yang menyita perhatian saya yaitu Pansy Division. Jujur saja sebagai straight guy , saya geli melihat sampul album-album mereka. Terserah bila kalian cap saya homophobia. Karena alasan itulah saya enggan tahu lebih jauh tentang mereka. Sebetulnya saya sudah notice band ini dari soundtrack film Angus. Bahkan sewaktu Green Day berada di Jakarta ─ dalam sesi interview dengan majalah Hai ─ Mike Dirnt mengenakan kaus putih bertuliskan Pansy Division.   Setelah era internet merebak, saya baru tahu kalau ada skena queercore dalam kultur punk, dan Pansy Divison sal
Reptil, Band Punk Lokal di Layar Kaca Era 90-an Di tengah kenaikan harga bahan pokok, anjloknya nilai tukar rupiah, dan konstelasi politik yang tak menentu pada 1998, ternyata tidak terlalu berpengaruh pada industri musik arus utama dalam negeri. Sektor ini terus menggenjot talenta-talenta baru hadir kepermukaan. Nama-nama yang sudah tersohor pun, tak ketinggalan merilis album seperti; Slank hadir dengan album Tujuh, Potret dengan Café, Jamrud dengan Terima Kasih, Kahitna dengan Sampai Nanti, Gigi dengan Kilas Balik, dan seterusnya. Album kompilasi pun marak. Seperti Metalik Klinik II, Alternatif Mania, Indie Ten, Indienesia dan lain sebagainya. Hadirnya kompilasi-kompilasi tersebut menunjukkan bila industri arus utama, juga menaruh perhatian dengan band-band sidestream . Serta menjadi bukti akan eksistensi aneka genre yang ada dalam ranah musik Tanah Air. Menariknya kompilasi-kompilasi tersebut tak hanya memuat musik rap, alternatif, funk, dan metal saja, bahkan punk pun ters