Langsung ke konten utama

Memperingati 26 Tahun iAdios Amigos! Album Perpisahan Ramones

¡Adios Amigos! merupakan karya terakhir yang dipersembahan oleh Joey Ramone, Jhonny Ramone, Marky Ramone dan C.J. Ramone. Ibarat sebuah buku maka ¡Adios Amigos! adalah bab penutup. Setelah 22 tahun Ramones berkecimpung dalam industri musik rock dunia.

Tepat pada hari ini, album tersebut berulang tahun yang ke-26. Bagi penikmat musik punk rock di Indonesia, ¡Adios Amigos! adalah album keempat yang dirilis secara resmi di Tanah air. Sebelumnya ada Brain Drain, Mondo Bizarro, dan Acid Eaters.

Meski begitu pada dekade 1980 album-album bajakan Ramones juga telah beredar di toko-toko kaset, hasil produksi dari Team Records.

¡Adios Amigos! adalah album penuh ke-14 mereka. Secara katalog ini merupakan album ketiga Ramones yang rilis di bawah bendera Radioactive Records dan album ketiga pula bagi C.J. bergabung di Ramones.

Proses rekamannya berlangsung di Baby Monster Studio, pada Januari hingga Februari 1995. Nama-nama seperti Cypress Hill, Biohazard, R.E.M., Brutal Truth, Screaming Trees dan lain sebagainya, tercatat pernah rekaman di sana. Namun studio yang berlokasi di 135 West 14th Street, New York, tersebut, sudah tidak beroperasi sejak 1997.

¡Adios Amigos! diproduseri oleh Daniel Rey, yang juga pernah memproduseri album Halfway to Sanity (1987) dan Brain Drain (1989). Sementara sampul depan yang menampilkan dua Allosaurus mengenakan sombreros, digarap seorang seniman bernama Mark Kostabi.

Album ini juga menandai kembalinya Dee Dee, sejak mengundurkan diri di tahun 1989. Meski hanya di balik layar, namun kontribusinya dalam ¡Adios Amigos! cukup signifikan. Dari total 13 lagu yang ada, enam diantaranya ditulis olehnya. Dua lagi merupakan lagu daur ulang, berjudul "I Don't Want to Grow Up" milik Tom Waits dan "I Love You" milik Johnny Thunders.

Selebihnya Joey dan C.J. masing-masing menyumbang dua lagu, sedangkan Marky berkontribusi dalam lagu berjudul "Have a Nice Day".

Walau demikian, justru "I Don't Want to Grow Up" yang didapuk sebagai single utama. Video klipnya yang berkonsep animasi, dikerjakan oleh Daniel Clowes. Daniel adalah kartunis kenamaan yang karyanya banyak terpampang di berbagai majalah seperti The New Yorker, Newsweek, Vogue dan lain-lain.

Album ini juga memuat bonus lagu, berjudul “Spiderman” untuk pasar Amerika dan memuat lagu berjudul "R.A.M.O.N.E.S." ciptaan Motorhead, untuk pasar Jepang. Sementara untuk pasar dalam negeri tetap 13 lagu.

Bagi Johnny ¡Adios Amigos! adalah album dengan sound gitar terbaik yang pernah dia dapatkan. Di album ini pula C.J. berkesempatan untuk menjadi penyanyi utama dalam lagu "Makin Monsters for My Friends", "The Crusher", "Cretin Family" dan "Scattergun".

Meski Johnny dan Marky mengaku puas akan hasil produksi dari album ini, namun dibalik kerja keras mereka, Ramones telah berubah menjadi rumah yang tidak nyaman bagi para personilnya.

Perselisihan antara Joey dan Johnny mewarnai hampir sepanjang karir Ramones. Latar belakang serta kepribadian keduanya juga berseberangan. Keadaan ini, makin diperparah oleh konflik asmara yang mengakibatkan Joey dan Johnny semakin menjauh satu sama lain.

Di sisi lain, Marky juga merasa kurang sreg dengan C.J., yang menurutnya seorang penjilat dihadapan Jhonny, bigot dan  takkan pernah bisa tuk menggantikan posisi Dee Dee.

Pada tanggal 6 Agustus 1996, atau berselang setahun lebih dari tanggal rilis ¡Adios Amigos!, Ramones menggelar pertunjukan terakhirnya, di The Palace, Hollywood. Pertunjukan ini sekaligus sebagai penutup rangkaian tur untuk promo album tersebut.

Meski pertunjukan terakhir, namun tak ada satu pun kata perpisahan dari para personilnya. Yang membedakan dari pertunjukan mereka yang sudah-sudah, hanyalah kehadiran beberapa musisi tamu seperti Lemmy Kilmister (Motorhead), Eddie Vedder (Pearl Jam), Chris Cornell (Sound Garden), hingga Tim Armstrong dan Lars Frederiksen dari Rancid, yang nge-jam bareng di atas panggung.

Kendati ¡Adios Amigos! dilepas saat punk rock revival tengah booming, namun dari sisi penjualan jauh dari ekspektasi. Bahkan single "I Don't Want to Grow Up" hanya bisa bertengger di posisi 30, dalam chart top 40 Modern Rock Billboard.

Bisa dibilang ¡Adios Amigos! adalah puncak akumulasi dari ketidakharmonisan yang selama ini bercokol dalam tubuh Ramones. Sehingga bubar menjadi satu-satunya jalan keluar bagi Johnny dan Joey, selaku pengambil keputusan. Selain itu alasan kesehatan juga menjadi concern Joey, namun teman-teman satu bandnya tidak tahu hal tersebut.***


*Artikel ini telah tayang di https://zonabanten.pikiran-rakyat.com/ pada 18 Juli 2021, 10:39 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Team Records dan Punk Rock di Tanah Air Era 80-an Dayan dan teman wanitanya, di Casa Pub, circa 1988 Sedikit flashback sekitar tahun 2020 saat pandemi melanda, saya pernah mewawancarai Dayan vokalis band The Supid Prisoner (kadang hanya disebut; The Stupid), untuk mengetahui punk movement di Ibu Kota, Jakarta, pada akhir dekade 1980. Kala itu lewat WhatsApp Call , saya mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya apa sih yang dibawain The Supid Prisoner waktu manggung dulu. Namun jawaban pria kelahiran 1968 itu, agak mengejutkan. Dia mengaku pada tahun segitu sudah bawain U.K. Subs, The Exploited, G.B.H., di samping Sex Pistols. Bahkan dia juga telah mendengarkan Misfits dan Dead Kennedys. Sebagai bukti, Dayan lalu mengirimkan beberapa foto lawas. Nampak di foto itu, dia mengenakan kaus Dead Kennedys bergambar patung Liberty, yang ditodong pistol. Sedangkan Kiki gitarisnya memakai kaus Misfits, saya lihat numeric date di foto tertera tahun 1989. Di foto lain, terlihat Dayan jug
  Punk Gay: Garang Tapi Melambai Berbekal alamat korespondensi yang tertera di sampul album Operation Ivy, pada tahun 1999 akhir saya beranikan diri berkirim surat ke Lookout Records. Setelah menunggu dua bulan, surat saya dibalas plus katalog, poster promo, dan sticker. Rasanya senang bukan kepalang, karena saya jadi tahu semua band yang dinaungi oleh label besutan Larry Livermore tersebut. Diantara band-band itu, ada satu yang menyita perhatian saya yaitu Pansy Division. Jujur saja sebagai straight guy , saya geli melihat sampul album-album mereka. Terserah bila kalian cap saya homophobia. Karena alasan itulah saya enggan tahu lebih jauh tentang mereka. Sebetulnya saya sudah notice band ini dari soundtrack film Angus. Bahkan sewaktu Green Day berada di Jakarta ─ dalam sesi interview dengan majalah Hai ─ Mike Dirnt mengenakan kaus putih bertuliskan Pansy Division.   Setelah era internet merebak, saya baru tahu kalau ada skena queercore dalam kultur punk, dan Pansy Divison sal
Reptil, Band Punk Lokal di Layar Kaca Era 90-an Di tengah kenaikan harga bahan pokok, anjloknya nilai tukar rupiah, dan konstelasi politik yang tak menentu pada 1998, ternyata tidak terlalu berpengaruh pada industri musik arus utama dalam negeri. Sektor ini terus menggenjot talenta-talenta baru hadir kepermukaan. Nama-nama yang sudah tersohor pun, tak ketinggalan merilis album seperti; Slank hadir dengan album Tujuh, Potret dengan Café, Jamrud dengan Terima Kasih, Kahitna dengan Sampai Nanti, Gigi dengan Kilas Balik, dan seterusnya. Album kompilasi pun marak. Seperti Metalik Klinik II, Alternatif Mania, Indie Ten, Indienesia dan lain sebagainya. Hadirnya kompilasi-kompilasi tersebut menunjukkan bila industri arus utama, juga menaruh perhatian dengan band-band sidestream . Serta menjadi bukti akan eksistensi aneka genre yang ada dalam ranah musik Tanah Air. Menariknya kompilasi-kompilasi tersebut tak hanya memuat musik rap, alternatif, funk, dan metal saja, bahkan punk pun ters