Langsung ke konten utama

Bukan Musisi, 5 Jenderal Ini Ternyata Pernah Menghasilkan Album Rekaman


Kalau masyarakat umum hobi bermusik atau ngeband mungkin terlihat lumrah. Namun bagaimana kalau tokoh militer berpangkat jenderal yang hobi bermusik? tentu menjadi hal yang menarik.

Sulit memang membayangkan sosok jenderal yang sering diasosiasikan dengan imej kaku dan tegas, bisa menjadi sosok penghibur. Namun demikian adanya. Ya, hobi mampu menjadikan seseorang terlihat berbeda dengan kesehariannya.

Diketahui mendiang Jenderal Ahmad Yani juga hobi mendengarkan musik, terutama keroncong. Namun kalau sekedar mendengarkan rasanya biasa saja. Sebab rata-rata kebanyakan orang juga hobi mendengarkan musik.

Lain hal kalau menyanyi, mencipta lagu, sekaligus menelurkan album, itu baru luar biasa. Contohnya, seperti yang dilakukan sosok-sosok Jenderal berikut ini :


1. Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Hoegeng Imam Santoso

Namanya sering dikaitkan orang dengan guyonan Gus Dur. Selain itu, dia dikenal pula dengan julukan "The Singing General". Ya siapa lagi kalau bukan Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Hoegeng Imam Santoso.

Pada masa Orde Baru Hoegeng menjabat sebagai Kapolri, dari tahun 1968 hingga 1971. Namun setelah dipensiun dinikan oleh Soeharto, dia banyak berkiprah di dunia seni dan hiburan.

Bersama bandnya The Hawaiian Seniors, dia kerap tampil di TVRI dalam acara Irama Lautan Teduh. Acara tersebut mengudara dari tahun 1968, hingga mengalami pencekalan oleh pemerintah pada 1980, atau seiring aktifitas Hoegeng dalam gerakan Petisi 50.

Adapun alasan pencekalannya karena acara tersebut dinilai tidak sesuai dengan budaya Indonesia, namun ironisnya ragam hiburan berbau barat lainnya justru tak kena semprit.

Sepanjang karirnya The Hawaiian Seniors sempat menelurkan beberapa album, diantaranya Somewhere In Hawaii, The Call Of 'Old' Hawaii dan lain-lain. Disamping bermusik Hoegeng juga berprofesi sebagai pelukis dan menjual lukisannya guna menyambung hidup.


2. Mayor Jenderal TNI (Purn.) Moch. Basofi Sudirman

Meskipun karier militernya tak secemerlang sang ayah —ayahnya berpangkat Letnan Jenderal TNI— namun karier politik, pria kelahiran Bojonegeoro pada 20 Desember 1940 ini, tergolong moncer.

Setelah memutuskan pensiun dini dan terjun ke politik praktis, dia dipercaya menjabat sebagai Ketua DPD Golkar DKI Jakarta, lantas pada 1987 diangkat menjadi wakil gubernur DKI Jakarta Bidang pemerintahan, kemudian menjabat Gubernur Jawa Timur periode 1993-1998.

Yang menarik dari Basofi adalah, dia pernah berkarier sebagai penyanyi dangdut. Bahkan lagu “Tidak Semua Laki-laki” yang dinyanyikannya sempat populer di Tanah Air.

Tak main-main, dari hobinya ini dia telah menghasilkan beberapa album diantaranya; Tidak Semua Laki-laki, Tidak Semua Wanita, Hanya Kau Yang Kupilih dan lain sebagainya. Basofi Sudirman tutup usia pada 7 Agustus 2017, dalam usia 76 tahun.


3. Jenderal TNI (Purn.) Prof Dr Abdullah Mahmud Hendropriyono, S.T., S.H., M.H.

AM Hendropriyono pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pertama masa bakti 2001-2004.

Dia juga pernah menjadi Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dalam Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan, dari tahun 1998 hingga 1999.

Selain dikenal sebagai tokoh militer Indonesia, ternyata dia juga punya kemampuan bermusik dan mencipta lagu. 

Diketahui AM Hendropriyono telah menghasilkan dua mini album, yakni; Kumis yang bercorak pop-dangdut, dan Mars Indonesia.

Mars Indonesia berisi enam materi lagu bertema nasionalisme yang dinyanyikan oleh paduan suara Hendropriyono Strategic Consultant, dan diaransemen oleh Fan Batavia.

Menariknya lagu "Penghargaan Untukmu" yang terdapat dalam Mars Indonesia, pernah dinyanyikan di Istana Negara pada momen spesial HUT RI ke-71.


4. Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Wiranto, S.H., S.I.P., M.M

Jenderal yang satu ini memiliki karier militer dan politik yang cukup mentereng. Namun siapa sangka dibalik wajahnya yang tak murah senyum itu, Wiranto punya bakat di bidang tarik suara.

Sejauh ini Wiranto memang baru memiliki satu album. Album yang diberi judul Untukmu Indonesiaku (2001) tersebut, memuat 22 lagu. Sepuluh diantaranya lagu versi karaoke, milik komposer legendaris seperti Ismail Marzuki, Iwan Abdurachman, hingga A. Riyanto.

Album yang rilis oleh JK Records tersebut, dalam penggarapannya melibatkan dua musisi ternama yakni; Embong Rahardjo dan Jopie Item. Sementara Wiranto merangkap sebagai produser eksekutif.

Meski cakram padat dan kaset pita Untukmu Indonesiaku masih mudah kita jumpai di lapak-lapak penjual online. Namun karya Wiranto sudah bisa kita nikmati pula di berbagai platform digital seperti Spotify, Deezer, atau Apple Music.


5. Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A., GCB., AC.

Tak berlebihan bila dikatakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah Presiden Indonesia sekaligus tokoh militer yang paling produktif dalam menghasilan karya.

Bayangkan selama dua periode dia menjabat, SBY telah menghasilkan empat album penuh dan satu album kompilasi. Yang kalau ditotal semuanya berjumlah 40 lagu.

Atas jerih payahnya tersebut, SBY memperoleh royalti sebesar Rp16,6 juta dari Karya Cipta Indonesia (KCI).

Selain itu, SBY juga mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI), sebagai pencipta lagu terbanyak di Indonesia.

Setelah purnatugas pun SBY masih produktif dalam berkarya. Hal ini terbukti dengan dua single berjudul “Gunung Limo” dan "Cahaya Dalam Kegelapan" yang diciptakannya pada tahun 2020 lalu.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Team Records dan Punk Rock di Tanah Air Era 80-an Dayan dan teman wanitanya, di Casa Pub, circa 1988 Sedikit flashback sekitar tahun 2020 saat pandemi melanda, saya pernah mewawancarai Dayan vokalis band The Supid Prisoner (kadang hanya disebut; The Stupid), untuk mengetahui punk movement di Ibu Kota, Jakarta, pada akhir dekade 1980. Kala itu lewat WhatsApp Call , saya mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya apa sih yang dibawain The Supid Prisoner waktu manggung dulu. Namun jawaban pria kelahiran 1968 itu, agak mengejutkan. Dia mengaku pada tahun segitu sudah bawain U.K. Subs, The Exploited, G.B.H., di samping Sex Pistols. Bahkan dia juga telah mendengarkan Misfits dan Dead Kennedys. Sebagai bukti, Dayan lalu mengirimkan beberapa foto lawas. Nampak di foto itu, dia mengenakan kaus Dead Kennedys bergambar patung Liberty, yang ditodong pistol. Sedangkan Kiki gitarisnya memakai kaus Misfits, saya lihat numeric date di foto tertera tahun 1989. Di foto lain, terlihat Dayan jug
  Punk Gay: Garang Tapi Melambai Berbekal alamat korespondensi yang tertera di sampul album Operation Ivy, pada tahun 1999 akhir saya beranikan diri berkirim surat ke Lookout Records. Setelah menunggu dua bulan, surat saya dibalas plus katalog, poster promo, dan sticker. Rasanya senang bukan kepalang, karena saya jadi tahu semua band yang dinaungi oleh label besutan Larry Livermore tersebut. Diantara band-band itu, ada satu yang menyita perhatian saya yaitu Pansy Division. Jujur saja sebagai straight guy , saya geli melihat sampul album-album mereka. Terserah bila kalian cap saya homophobia. Karena alasan itulah saya enggan tahu lebih jauh tentang mereka. Sebetulnya saya sudah notice band ini dari soundtrack film Angus. Bahkan sewaktu Green Day berada di Jakarta ─ dalam sesi interview dengan majalah Hai ─ Mike Dirnt mengenakan kaus putih bertuliskan Pansy Division.   Setelah era internet merebak, saya baru tahu kalau ada skena queercore dalam kultur punk, dan Pansy Divison sal
Dave Parsons, Dari The Partisans ke Bush Jalan hidup orang memang tidak ada yang tahu. Tapi saya percaya kunci sukses (di luar privilege ), adalah fokus dan konsisten, terhadap apa yang dilakukan saat ini, hingga waktu yang akan mengangkat derajat kita dengan sendirinya. Hal itu pula yang dilakukan oleh David Guy Parsons atau Dave Parsons, pemain bass band alternatif rock era 90-an Bush. Jauh sebelum namanya dikenal, Dave Parsons adalah bassist band street punk asal Bridgend, Wales, Inggris, The Partisans. Mengutip dari Wikipedia, The Partisans terbentuk pada awal tahun 1978. Dengan formasi awal: Phil Stanton (vokal), Rob "Spike" Harrington (gitar dan vokal), Andy Lealand (gitar), Mark "Shark" Harris (drum), dan Mark "Savage" Parsons (bass). Saat itu semua personelnya masih berusia belasan, mungkin setara SMP. Pada 1979, Mark Parsons dan Phil Stanton cabut. Lalu, Spike Harrington pindah ke vokal utama, dan Louise Wright (pacar Andy Lealand) direkrut seba