Langsung ke konten utama

Buglite Band Pop Punk Antah-berantah yang Albumnya Rilis di Tanah Air

Duta Suara jalan Sabang adalah salah satu tempat favorit saya. Dengan mengantongi duit sebesar 20 – 25 ribu saja, sudah pasti saya pergi ke sana. Dari Rawamangun saya naik bis PPD 973, lalu turun di Sarinah, untuk kemudian jalan kaki menuju Duta Suara.

Menjelajahi rak-rak kaset sesuai abjad, guna menemukan “hidden gem” adalah ritual yang selalu saya lakukan. Tak lupa juga saya mengecek papan aklirik chart lagu radio yang berada di kasir. Biasanya kalau kasetnya masuk ke toko, oleh pihak Duta Suara akan dicontreng pakai stabilo.

Suatu hari ketika saya melihat-lihat kaset di sana, saya terhenti di rak abjad B, dan mengambil kaset Buglite Love and Other Sorrows (1996). Lalu saya ambil dan amati, setelah cukup lama saya menimbang-nimbang, akhirnya saya putuskan untuk membelinya.

Sebelumnya saya tidak tahu Buglite, sampai saya membeli kaset 360 degree (1997) Latex Generation. Dari daftar terima kasih mereka, tersebutlah nama Buglite. Kedua band tersebut sama-sama bernaung di Onefoot Records. Jadi selain merujuk pada daftar terima kasih, saya juga terdorong membeli kaset Love and Other Sorrows karena labelnya, dengan harapan musiknya tak jauh berbeda.

Sejujurnya Buglite tidak ada dalam bucket list kaset, yang hendak saya cari saat itu. Sebagai sebuah band punk, nama mereka juga tidak sementereng Nofx, atau Rancid. Bahkan sampai saat ini pun, tak banyak informasi tentang mereka. 

Dilansir dari discogs.com Buglite berasal dari Brookhaven, Pennsylvania, dan beranggotakan Dave (drum), Dave Parker (gitar & vokal), serta Kyle McKnight (bass). 

Beruntung saya berkesempatan mewawancarai Kyle (13/8), menurutnya semua dimulai pada tahun 1992. Saat itu mereka masih bernama “Us 3”, dengan personel Dave Parker, Kyle McKnight, dan Vince Maysky. Namun kemudian Dave dapat ide dari toko obat di mana dia bekerja, suatu hari ketika sedang menimbun (barang) nama Buglite menonjol. "Tapi kemudian kami butuh beberapa tahun untuk menjelaskan ejaan band kami ke orang, yang terdengar seperti Bud Light", beber Kyle.

Sejauh ini mereka telah menelurkan dua album, serta beberapa album pendek. Untuk album kedua mereka yang dirilis oleh Creep Records pada 2022 lalu, sebetulnya materi lama yang ditolak oleh Onefoot Records. Selain itu, mereka pernah pula menggarap split album bareng The Bouncing Souls pada 1994.

Hadirnya album Love and Other Sorrows agak ganjil menurut saya, sebab Buglite hanyalah band kecil, kok bisa dilisensi dan didistribusikan oleh PT Indo Semar Sakti di Tanah air. Apa pertimbangannya?. Padahal banyak band-band punk Amerika lain yang namanya jauh lebih populer, di komunitas underground Ibu kota. Tapi rasa heran ini bukan milik saya seorang, teman-teman saya pun ikut heran dengan taste produsen kaset dalam negeri yang agak random.

Meski begitu, hadirnya album ini ─selain Dookie (1994) milik Green Day─ menjadi bukti bahwa penikmat musik underground di Tanah air, sebetulnya telah lama bersinggungan dengan subgenre pop punk.

Bahkan pada tahun 1995, kita kebanjiran rilisan pop punk. Di tahun tersebut album self-titled milik The Waterdog, Blonder and Blonder (Reprise, 1995) milik The MuffsDear You (DGC Records, 1995) milik Jawbreaker, dan Born to Quit (Capitol Records, 1995) milik Smoking Popes, dapat dengan mudah kita jumpai di toko-toko kaset.

Akan tetapi istilah pop punk baru populer di skena pada penghujung dekade 2000, atau seiring dengan naiknya popularitas band-band semacam All Time Low, Fall Out Boy, Forever the Sickest Kids, Boys Like Girls, Man Overboard, dan lain sebagainya.

Anyway, ada 13 lagu yang terangkum dalam album Love and Other Sorrows. Sebagaimana judul albumnya, kebanyakan lagu-lagu mereka bertema tentang cinta. “99% lagu kami tentang wanita yang kami kenal. Tapi ada juga lagu tentang betapa kami sangat menyukai permen, dan tentang teman baik kami Xakk seorang radio DJ di KVSC 88.1 FM”, terang Kyle. Tidak ada single yang mereka tonjolkan dalam Love and Other Sorrows, mereka bahkan tidak menggarap video klip. Hanya ada beberapa footage tur yang bisa kita temukan di YouTube.

Buat kalian yang suka band-band pop punk 2000-an atau rilisan Drive-thru Records, musik Buglite mungkin kurang nyantol di kuping.

Tapi bagi kalian yang suka rilisan-rilisan pop punk dari Lookout! Records, Buglite layak buat kalian dengarkan. Secara sound musik mereka kental oleh pengaruh Ramones, sama seperti The Methadones, The Mr T Experience, The Lillingtons, dan lain sebagainya.

Diakui oleh Kyle “Ramones dan Descendents adalah pengaruh terbesar kami. Tapi sebetulnya background musik kami campur aduk. Perpaduan Creedence Clearwater Revival, Jawbreaker, hingga Lemonheads.” Tak hanya pada aspek sound dibeberapa bagian lagu, suara sang vokalis juga terdengar seperti meniru cengkok Joey Ramone.

Adapun trek favorit saya dalam album ini adalah; “I Remember”, “Anymore”, dan “Woodchuck”. Sementara lagu duet “Sarah and Me” mengingatkan saya dengan lagu “Wish Me Well (You Can Go To Hell)” milik The Bouncing Souls.

Sayangnya kualitas rekaman Love and Other Sorrows kurang greget. Tapi untuk materi lagu tidaklah mengecewakan. Menurut saya band ini hanya kurang beruntung saja.

Setelah melepas album tersebut, Buglite tidak jelas statusnya. Tapi para personelnya masih bermain bersama sesekali, hanya untuk bersenang-senang. Bahkan dalam sebelas tahun terakhir, Kyle lebih banyak bermain dalam band Goddamnit, bersama Arik Victor mantan personel Super Hi Five.***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Team Records dan Punk Rock di Tanah Air Era 80-an Dayan dan teman wanitanya, di Casa Pub, circa 1988 Sedikit flashback sekitar tahun 2020 saat pandemi melanda, saya pernah mewawancarai Dayan vokalis band The Supid Prisoner (kadang hanya disebut; The Stupid), untuk mengetahui punk movement di Ibu Kota, Jakarta, pada akhir dekade 1980. Kala itu lewat WhatsApp Call , saya mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya apa sih yang dibawain The Supid Prisoner waktu manggung dulu. Namun jawaban pria kelahiran 1968 itu, agak mengejutkan. Dia mengaku pada tahun segitu sudah bawain U.K. Subs, The Exploited, G.B.H., di samping Sex Pistols. Bahkan dia juga telah mendengarkan Misfits dan Dead Kennedys. Sebagai bukti, Dayan lalu mengirimkan beberapa foto lawas. Nampak di foto itu, dia mengenakan kaus Dead Kennedys bergambar patung Liberty, yang ditodong pistol. Sedangkan Kiki gitarisnya memakai kaus Misfits, saya lihat numeric date di foto tertera tahun 1989. Di foto lain, terlihat Dayan jug
  Punk Gay: Garang Tapi Melambai Berbekal alamat korespondensi yang tertera di sampul album Operation Ivy, pada tahun 1999 akhir saya beranikan diri berkirim surat ke Lookout Records. Setelah menunggu dua bulan, surat saya dibalas plus katalog, poster promo, dan sticker. Rasanya senang bukan kepalang, karena saya jadi tahu semua band yang dinaungi oleh label besutan Larry Livermore tersebut. Diantara band-band itu, ada satu yang menyita perhatian saya yaitu Pansy Division. Jujur saja sebagai straight guy , saya geli melihat sampul album-album mereka. Terserah bila kalian cap saya homophobia. Karena alasan itulah saya enggan tahu lebih jauh tentang mereka. Sebetulnya saya sudah notice band ini dari soundtrack film Angus. Bahkan sewaktu Green Day berada di Jakarta ─ dalam sesi interview dengan majalah Hai ─ Mike Dirnt mengenakan kaus putih bertuliskan Pansy Division.   Setelah era internet merebak, saya baru tahu kalau ada skena queercore dalam kultur punk, dan Pansy Divison sal
Reptil, Band Punk Lokal di Layar Kaca Era 90-an Di tengah kenaikan harga bahan pokok, anjloknya nilai tukar rupiah, dan konstelasi politik yang tak menentu pada 1998, ternyata tidak terlalu berpengaruh pada industri musik arus utama dalam negeri. Sektor ini terus menggenjot talenta-talenta baru hadir kepermukaan. Nama-nama yang sudah tersohor pun, tak ketinggalan merilis album seperti; Slank hadir dengan album Tujuh, Potret dengan Café, Jamrud dengan Terima Kasih, Kahitna dengan Sampai Nanti, Gigi dengan Kilas Balik, dan seterusnya. Album kompilasi pun marak. Seperti Metalik Klinik II, Alternatif Mania, Indie Ten, Indienesia dan lain sebagainya. Hadirnya kompilasi-kompilasi tersebut menunjukkan bila industri arus utama, juga menaruh perhatian dengan band-band sidestream . Serta menjadi bukti akan eksistensi aneka genre yang ada dalam ranah musik Tanah Air. Menariknya kompilasi-kompilasi tersebut tak hanya memuat musik rap, alternatif, funk, dan metal saja, bahkan punk pun ters