Langsung ke konten utama

 Memperingati 27 Tahun, album terlaris NOFX ‘Punk in Drublic’

Saya membeli kaset Punk in Drublic sekitar tahun 1996, agak telat memang, maklum sebagai anak SMA uang jajan saya kala itu juga tak seberapa. 

Awalnya saya tidak tahu kalau NOFX itu band punk, saya membelinya karena pada album tersebut tercantum kata "Punk", disamping itu labelnya -Epitaph- sama dengan Rancid ...And Out Come the Wolves, yang kasetnya telah saya koleksi lebih dulu.

Dengan berbekal dua kisi-kisi itu lah akhirnya saya membeli Punk in Drublic. Sepintas mirip tebak-tebak buah manggis, sehingga tak jarang kaset yang dibeli salah. Seperti saya membeli kaset Overkill, hanya karena nama itu ada dalam sampul kaset All Ages Bad Religion. Demikian karena sumber informasi amat sangat terbatas.

Berbicara tentang Punk in Drublic, tepat pada hari ini album penuh kelima milik NOFX tersebut, menginjak usia yang ke-27. Album ini dianggap salah satu album esensial, dan turut andil dalam ledakan punk rock revival pada dekade 90-an.

Di Indonesia album ini diedarkan oleh PT Indo Semar Sakti. Selain NOFX, cukup banyak rilisan Epitaph Records yang dilisensi oleh perusahaan tersebut. Seperti The Humpers, Gas Huffer, SNFU, DFL, Voodoo Glow Skulls, Wayne Kramer, Rancid dan The Offspring.

Bagi para penikmat musik bawah tanah di Tanah Air, Punk in Drublic semacam pintu gerbang untuk mengenal skate punk lebih jauh. Meski pada waktu itu istilah skate punk belum dikenal. Minimnya sumber referensi dan literasi menjadi alasan ketidaktahuan tersebut, sehingga apapun yang didengar cukup disebut dengan punk rock saja, tidak ada pendefinisian yang spesifik.

Album ini merangkum 17 repertoar lagu dan menjagokan "Don't Call Me White" serta "Leave It Alone" sebagai single utamanya. Namun ironisnya justru "Linoleum" lah, lagu yang paling populer dan banyak dibawakan oleh band-band di berbagai Negara.

“Leave it Alone” adalah satu-satunya single yang diproduksi video klipnya. Meski begitu Fat Mike sang frontman, menolak klip tersebut diputar di MTV. Lebih jauh, lagu tersebut juga dipakai untuk soundtrack video game Watch Dogs 2.

Musik yang ditawarkan dalam Punk in Drublic cukup variatif. Bahkan album ini memuat dua lagu bernuansa ska-reggae berjudul "Reeko" dan "Scavenger Type". Bisa dibilang hampir semua album punk asal Amerika yang rilis pada pertengahan 90-an, menyisipkan satu atau dua lagu ska di dalamnya.

Seperti The Offspring pada lagu "What Happened To You", Waterdog pada lagu “Youngsten Turmoil”, Down by Law pada lagu “Radio Ragga”, dan lain sebagainya.

Semua lagu dalam album ini ditulis oleh Fat Mike, kecuali lagu "Perfect Government" yang merupakan lagu daur ulang milik solois, Mark Curry.  Sedangkan lagu "Leave It Alone" ditulisnya bersama Eric Melvin sang gitaris.

Pada lagu "Lori Meyers" kuartet ini berkolaborasi dengan mendiang Kim Shattuck, vokalis band The Muffs. Lagu ini juga dibawakan ulang secara live oleh band Aiden, dan termuat sebagai track tersebunyi dalam album mereka berjudul Knives.

Yang menarik adalah latar belakang penulisan lagu "Jeff Wears Birkenstocks". Sebagaimana kita ketahui Birkenstocks adalah salah satu merek alas kaki ternama. Namun tidak ada kerjasama bisnis antar kedua belah pihak, dibalik pembuatan lagu tersebut.

Sesungguhnya lagu tersebut ditulis Fat Mike untuk mengejek Jeff Abarta, salah seorang karyawan Epitaph Records yang kerap memakai sandal merek Birkenstocks, yang menurutnya merek kaum hippies, sehingga tidak nyambung dikenakan di sebuah label punk rock.

Tak hanya Birkenstocks yang disebut. Dalam lagu “The Brews” mereka juga menyebut merek sepatu Dr. Martens. Begini penggalan liriknya; “Orthopedic Dr. Martens good for...Waffle making, kickin' through the shin”.

Kesuksesan Punk in Drublic tak terlepas dari tangan dingin Ryan Greene, yang bertindak sebagai produser. Setelah itu Greene banyak membantu rilisan-rilisan Fat Wreck Chords. Namun sayang kedekatan Fat Mike dan Greene merenggang akibat suatu perselisihan.

Punk in Drublic adalah album NOFX yang paling sukses dengan angka penjualan menembus jutaan copy di seluruh dunia. Tak hanya itu, Punk in Drublic juga berhasil mencapai posisi 12 dalam tangga lagu Billboard di tahun 1994, selama kurun waktu 10 minggu.

Banyak band  yang mengaku terpengaruh oleh album ini. Namun Fat Mike dalam sesi wawancara dengan majalah Alternative Press, 2014 silam, menganggap Punk in Drublic bukan album terbaik dan dia mengaku tidak banyak chorus pada lagu-lagu di album tersebut.

Meski begitu, Punk in Drublic menjadi inspirasi Fat Mike untuk mewujudkan gelaran musik tahunan bertajuk Punk in Drublic Festival, yang telah berlangsung dalam empat tahun terakhir.***


*Artikel ini telah tayang di https://zonabanten.pikiran-rakyat.com/ pada 19 Juli 2021, 06:15 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Team Records dan Punk Rock di Tanah Air Era 80-an Dayan dan teman wanitanya, di Casa Pub, circa 1988 Sedikit flashback sekitar tahun 2020 saat pandemi melanda, saya pernah mewawancarai Dayan vokalis band The Supid Prisoner (kadang hanya disebut; The Stupid), untuk mengetahui punk movement di Ibu Kota, Jakarta, pada akhir dekade 1980. Kala itu lewat WhatsApp Call , saya mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya apa sih yang dibawain The Supid Prisoner waktu manggung dulu. Namun jawaban pria kelahiran 1968 itu, agak mengejutkan. Dia mengaku pada tahun segitu sudah bawain U.K. Subs, The Exploited, G.B.H., di samping Sex Pistols. Bahkan dia juga telah mendengarkan Misfits dan Dead Kennedys. Sebagai bukti, Dayan lalu mengirimkan beberapa foto lawas. Nampak di foto itu, dia mengenakan kaus Dead Kennedys bergambar patung Liberty, yang ditodong pistol. Sedangkan Kiki gitarisnya memakai kaus Misfits, saya lihat numeric date di foto tertera tahun 1989. Di foto lain, terlihat Dayan jug
  Punk Gay: Garang Tapi Melambai Berbekal alamat korespondensi yang tertera di sampul album Operation Ivy, pada tahun 1999 akhir saya beranikan diri berkirim surat ke Lookout Records. Setelah menunggu dua bulan, surat saya dibalas plus katalog, poster promo, dan sticker. Rasanya senang bukan kepalang, karena saya jadi tahu semua band yang dinaungi oleh label besutan Larry Livermore tersebut. Diantara band-band itu, ada satu yang menyita perhatian saya yaitu Pansy Division. Jujur saja sebagai straight guy , saya geli melihat sampul album-album mereka. Terserah bila kalian cap saya homophobia. Karena alasan itulah saya enggan tahu lebih jauh tentang mereka. Sebetulnya saya sudah notice band ini dari soundtrack film Angus. Bahkan sewaktu Green Day berada di Jakarta ─ dalam sesi interview dengan majalah Hai ─ Mike Dirnt mengenakan kaus putih bertuliskan Pansy Division.   Setelah era internet merebak, saya baru tahu kalau ada skena queercore dalam kultur punk, dan Pansy Divison sal
Reptil, Band Punk Lokal di Layar Kaca Era 90-an Di tengah kenaikan harga bahan pokok, anjloknya nilai tukar rupiah, dan konstelasi politik yang tak menentu pada 1998, ternyata tidak terlalu berpengaruh pada industri musik arus utama dalam negeri. Sektor ini terus menggenjot talenta-talenta baru hadir kepermukaan. Nama-nama yang sudah tersohor pun, tak ketinggalan merilis album seperti; Slank hadir dengan album Tujuh, Potret dengan Café, Jamrud dengan Terima Kasih, Kahitna dengan Sampai Nanti, Gigi dengan Kilas Balik, dan seterusnya. Album kompilasi pun marak. Seperti Metalik Klinik II, Alternatif Mania, Indie Ten, Indienesia dan lain sebagainya. Hadirnya kompilasi-kompilasi tersebut menunjukkan bila industri arus utama, juga menaruh perhatian dengan band-band sidestream . Serta menjadi bukti akan eksistensi aneka genre yang ada dalam ranah musik Tanah Air. Menariknya kompilasi-kompilasi tersebut tak hanya memuat musik rap, alternatif, funk, dan metal saja, bahkan punk pun ters